2/21/2017

Nabi Muhammad SAW dan tentara Islam tiba di Khaibar

Nabi Muhammad SAW dan tentara Islam  tiba di Khaibar

Perjalanan tentara Islam yang dipimpin oleh Nabi SAW dari Madinah ke Khaibar yang jauhnya kurang lebih 100 mil itu dapat dilalui dalam waktu tiga hari tiga malam. Dengan demikian kedatangan mereka itu tidak diketahui oleh musuh. Pada suatu malam, sampailah Nabi SAW dan tentara Islam di Khaibar dan dengan diam-diam bermalam di sana. Kaum Yahudi Khaibar tidak mengetahui sedikitpun, padahal sebelum itu kaum Yahudi Khaibar telah mengirim beberapa mata-mata untuk menyelidiki kedatangan tentara Islam.
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata : Adalah Raslullah SAW apabila memerangi suatu kaum, beliau tidak menyerang mereka sehingga menunggu waktu Shubuh. Apabila beliau mendengar adzan beliau tidak jadi menyerang mereka. Pada waktu itu kami tiba di Khaibar malam hari, lalu Rasulullah SAW bermalam hingga pagi dan beliau tidak mendengar adzan (dari kampung itu). Kemudian beliau naik kendaraan dan kami (para shahabat) juga naik kendaraan bersama beliau dan telapak kakiku sempat bersentuhan dengan telapak kaki Rasulullah SAW.

Kami menyaksikan pekerja-pekerja Khaibar keluar di pagi hari ke tempat pekerjaan mereka dengan membawa alat-alat mereka, cangkul dan keranjang. Ketika mereka itu melihat Rasulullah SAW dan tentara Islam, mereka berkata :
مُحَمَّدٌ وَ اْلخَمِيْسُ مَعَهُ !
Muhammad beserta pasukannya datang !
Lalu mereka lari ketakutan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda :
اَللهُ اَكْبَرُ. خَرِبَتْ خَيْبَرُ ! اِنَّا اِذَا نَزَلْنَا بِسَاحَةِ قَوْمٍ فَسَاءَ صَبَاحُ اْلمُنْذَرِيْنَ.
Alloohu Akbar, hancurlah Khaibar. Sesungguhnya apabila kami datang di halaman suatu kaum, maka buruklah (celakalah) pagi harinya orang--orang yang diberi peringatan. [Ibnu Hisyam 4 : 299]
Menurut riwayat, ketika Nabi SAW berangkat dari Madinah ke Khaibar melalui jalan di ‘Ishr, di tempat ini beliau berhenti, lalu mendirikan masjid, kemudian terus berjalan melalui Shahba’, kemudian beliau dengan tentara Islam terus berjalan hingga sampai di sebuah lembah yang bernama Ar-Raji’ dan berhenti di situ, kemudian beliau berhenti di suatu tempat antara Khaibar dan Ghathafan dengan tujuan menghambat kaum banu Ghathafan agar tidak mengirim bantuan kepada kaum Yahudi Khaibar, karena mereka adalah sekutu utama bagi penduduk Khaibar.
Setelah kaum banu Ghathafan mendengar berita tempat pemberhentian Nabi SAW beserta kaum muslimin di Khaibar, lalu kaum Ghathafan siap berangkat menolong dan membela kaum Yahudi Khaibar. Tetapi setelah berangkat, mereka lalu kembali lagi ke kabilahnya karena teringat pada harta benda dan keluarga mereka yang ditinggalkan, dan teringat pula akan peristiwa yang telah lampau dalam menghadapi tentara Islam. Maka mereka mundur sebelum bertempur, dan membiarkan sekutu mereka menghadapi Nabi Muhammad SAW dan pasukannya.
Karena kota Khaibar itu memang sebuah kota yang mempunyai banyak benteng, maka kaum Yahudi berlindung di dalam benteng-benteng itu. Sebagaimana kita ketahui bahwa benteng-benteng mereka itu ada tiga yang letaknya terpisah-pisah, yaitu : 1. benteng Nathah, 2. Kutsaibah dan 3 Syiqq. Di benteng Nathah terdiri dari 3 benteng, yaitu : Na’im, Sha’bu dan Qillah. Di benteng Kutsaibah terdiri dari 2 benteng, yaitu : Ubay dan Barii’. Dan di benteng Syiqq terdiri dari 3 benteng, yaitu : Qamush, Wathih dan Sulaalim .
Kaum Yahudi siap bertempur dalam benteng-benteng tersebut dengan komando dari Sallam bin Misykam sebagai Panglima tertinggi mereka. Kemudian pasukan muslimin mengepung benteng-benteng tersebut.

Tentara Islam mengepung benteng-benteng Yahudi Khaibar
Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada tentara Islam supaya mengepung benteng An-Nathah, karena benteng ini banyak dihuni oleh angkatan perang Yahudi Khaibar. Sallam bin Misykam sebagai panglima tertinggi mereka memberikan komando perang dari dalam benteng ini. Dia memberikan komando kepada segenap angkatan perangnya supaya benar-benar mengadakan perlawanan keras dan menolak serangan tentara muslimin. Nabi SAW memerintahkan kepada pasukannya supaya mengambil tempat di sebelau timur benteng An-Nathah, karena di tempat ini tidak mudah kena panah dari musuh.
Karena Nabi SAW dan segenap tentara Islam belum mengetahui apakah kaum Yahudi Khaibar betul-betul akan perang atau mau berdamai, maka Nabi SAW memerintahkan tentara Islam supaya menebangi pohon-pohon kurma mereka, agar mereka menyerah. Tentara muslimin lalu menebangi kira-kira empat ratus pohon kurma. Tetapi tindakan kaum muslimin ini dianggap sepele oleh kaum Yahudi, sehingga mereka tetap memanahi tentara muslimin, yang berarti tetap menginginkan perang. Maka Rasulullah SAW menghentikan pasukannya dan menebangi pohon kurma, dan mulailah menggempur mereka. Maka terjadilah peperangan antara kaum muslimin dengan kaum Yahudi Khaibar.
Kaum muslimin mengepung benteng Na’im, benteng pertama di Nathah, dan Nabi SAW memerintahkan pasukan muslimin untuk melepas panah ke arah musuh yang berada di benteng tersebut. Bendera Islam pada waktu itu berada di tangan shahabat Muhajirin. Maka terjadilah panah-memanah dari kedua pihak, hingga membawa korban yang besar dari kedua belah pihak. Sallam bin Misykam sendiri tewas dalam pertempuran ini, padahal dia sebagai panglima perang Yahudi Khaibar.
Dalam pertempuran ini shahabat Mahmud bin Maslamah, saudara dari Muhammad bin Maslamah gugur sebagai syahid.
Sepeningal Sallam bin Misykam, panglima perang kaum Yahudi Khaibar digantikan oleh Al-Harits bin Abu Zainab. Ia pun seorang yang tidak kurang kecakapan dan kepandaiannya daripada Sallam bin Misykam. Dengan demikian perlawanan kaum Yahudi Khaibar tidak mengalami surut, bahkan kemarahan mereka semakin memuncak karena kehilangan pemimpin mereka. Namun tentara muslimin semakin gencar dan berani menyerbu benteng mereka.
Hingga beberapa hari pengepungan dilakukan, tetapi benteng yang dikepung itu belum juga dapat ditaklukkan oleh tentara muslimin, karena dipertahankan mati-matian oleh kaum Yahudi Khaibar dan mereka sadar bahwa patahnya perlawanan mereka di hadapan kaum muslimin kali ini berarti habis dan tammatlah riwayat kebesaran dan kemegahan kaum Yahudi di jazirah ‘Arab. Pertempuran pun terus berlangsung, dan akhirnya matilah Al-Harits bin Abu Zainab, panglima perang yang kedua dari kaum Yahudi Khaibar, dan itu berarti pertanda bahwa pertahanan mereka akan dapat dipatahkan oleh kaum muslimin.
Nabi SAW memerintahkan kepada Abu Bakar supaya memegang bendera Islam untuk memimpin pertempuran, dan untuk merebut benteng yang terkuat itu, namun, betapaun diusahakan sekuat tenaga belum juga berhasil.
Keesokan harinya Nabi SAW memerintahkan kepada shahabat ‘Umar bin Khaththab supaya memegang bendera Islam untuk memimpin pertempuran untuk merebut benteng yang terkuat itu, dan ‘Umar pun berjuang bersama-sama tentara Islam secara terus-menerus, tetapi masih juga belum berhasil.

Nabi SAW memberikan bendera kepada ‘Ali RA
Menurut riwayat pada suatu malam (malam ketujuh) yang diserahi sebagai pengawas pasukan tentara Islam ialah ‘Umar bin Khaththab, mendadak pada tengah malam, ada seorang dari tentara kaum Yahudi datang ke tempat pasukan tentara Islam. Kedatangannya ini sudah barang tentu dengan maksud jahat. Orang Yahudi itu lalu ditangkap ‘Umar, dan akan dibunuh. Tetapi ketika orang Yahudi itu akan dibunuh, ia mengajukan permintaan kepada ‘Umar, yaitu supaya dirinya dihadapkan kepada Nabi SAW lebih dulu, karena ada yang akan ia bicarakan dengan Nabi. Permintaan itu dikabulkan, kemudian orang itu dibawa ke hadapan Nabi SAW. Ketika ‘Umar sampai di tempat Nabi SAW, ketika itu beliau sedang shalat, lalu orang Yahudi itu diajak ‘Umar untuk menunggu di luar. Setelah Nabi SAW selesai mengerjakan shalat, orang Yahudi itu diajak masuk oleh ‘Umar menghadap Nabi SAW.
Lalu ‘Umar melaporkan kepada Nabi SAW perihal orang Yahudi yang ditangkap itu. Ketika di hadapan Nabi SAW orang Yahudi itu gemetar, maka Nabi SAW meminta kepadanya untuk mengungkapkan isi hatinya. Maka orang Yahudi itu berkata, “Ya Muhammad, saya mohon diselamatkan dari hukuman engkau, janganlah engkau terburu-buru menjatuhkan hukuman mati atas diriku. Ampunilah segala kesalahanku !”. Kemudian Nabi pun mengabulkan permohonan Yahudi itu.
Kemudian orang Yahudi itu sanggup menunjukkan rahasia-rahasia benteng Khaibar itu kepada Nabi SAW. Orang Yahudi itu berkata, “Ya Muhammad, sesungguhnya orang-orang yang ada dalam benteng itu telah kepayahan dan kesulitan. Mereka di situ sedang mengirimkan anak-anak mereka ke benteng Asy-Syiqq, lalu mereka akan keluar dari benteng yang mereka pertahankan sekarang ini untuk memerangi engkau dan pasukan Islam. Oleh sebab itu, maka jika besok pagi engkau dapat membuka benteng itu, saya bersedia akan menunjukkan kepadamu tempat alat-alat perlengkapan perang mereka, seperti manjanik dan dubabah (sejenis meriam atau tank jaman sekarang). pedang-pedang, baju-baju besi dan sebagainya. Dengan alat perlengkapan perang mereka itu engkau dapat membuka benteng-benteng mereka yang lain”.
Mendengar perkataan orang Yahudi itu Nabi SAW menyanggupi untuk memberikan jaminan keamanan dirinya, lalu beliau bersabda kepada Muhammad bin Maslamah :
سَاُعْطِى الرَّايَةَ غَدًا رَجُلاً يُحِبُّ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ وَ يُحَبَّانِهِ. نور اليقين 184
Aku besok pagi akan menyerahkan bendera kepada seorang laki-laki yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, dan yang Allah dan Rasul-Nya mencintai juga kepadanya. [Nurul Yaqiin : 184].
Bukhari meriwayatkan sebagai berikut : Dari Sahl bin Sa’ad RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda pada perang Khaibar, :Sungguh besok pagi aku akan memberikan bendera ini kepada seorang laki-laki yang di tangannya lah Allah memberikan kemenangan. Ia cinta kepada Allah dan Rasul-Nya sedangkan Allah dan Rasulnya pun cinta kepadanya. Lalu orang-orang bermalam dengan menduga-duga siapa besok pagi diantara mereka yang diserahi bendera itu. Ketika pagi hari para shahabat datang kepada Rasulullah SAW, semuanya mengharapkan untuk diberi bendera itu. Beliau bertanya, “Di manakah ‘Ali bin Abu Thalib ?”. Maka dijawab, “Ya Rasulullah, ia sedang sakit mata”. Sahl berkata, “Mereka lalu menemui ‘Ali, untuk dihadapkan kepada beliau. Kemudian Rasulullah SAW meludahi kedua mata ‘Ali dan mendoakannya. Maka sembuhlah seketika itu seperti sebelum sakit. Kemudian beliau memberikan bendera kepadanya. Ali berkata, “Wahai Rasulullah, apakah saya akan memerangi mereka hingga mereka seperti kami (memeluk agama Islam) ?”. Beliau bersabda, “Laksanakanlah dengan perlahan-lahan hingga kamu tiba di halaman mereka. Kemudian ajaklah mereka untuk masuk Islam dan beritahukan kepada mereka tentang hal-hal yang wajib bagi mereka, yakni haq Allah Ta’ala di dalam Islam. Maka sungguh demi Allah, Allah memberi petunjuk kepada seorang lantaran kamu adalah lebih baik bagimu dari pada kamu mendapatkan unta merah. [HR. Bukhari juz 5, hal. 76]
Setelah menerima penyerahan bendera Islam itu shahabat ‘Ali bin Abu Thalib sebagai seorang muslim yang gagah berani segera berangkat ke depan benteng musuh bersama pasukan Islam.
Tidak disangka-sangka oleh pasukan Islam bahwa angkatan perang kaum Yahudi sudah bersiap-siap dengan persenjataan yang lengkap untuk melawan tentara Islam. Oleh sebab itu ketika ‘Ali bersama tentara Islam tiba di pintu gerbang benteng telah disambut oleh barisan tentara Yahudi yang menjaga di benteng.
Menurut riwayat, seorang jagoan Yahudi yang bernama Marhab langsung keluar, lalu mengeluarkan kata-kata tantangan kepada pasukan Islam, agar tentara Islam mengeluarkan seorang pahlawannya untuk perang-tanding dengannya satu lawan satu. Karena Marhab merasa bahwa dirinya pasti menang berperang tanding melawan tentara muslimin. Memang ia seorang jagoan Yahudi Khaibar yang terkenal kuat perkasa. Tantangan itu disampaikan melalui sajak sebagai berikut :
قَدْ عَلِمَتْ خَيْبَرُ اَنّى مَرْحَبُ،    شَاكِى السّلاَحِ بَطَلٌ مُجَرَّبُ،   اِذَا اْلحُرُوْبُ اَقْبَلَتْ تَلَهَّبُ.
Khaibaar telah mengetahui bahwasanya aku adalah Marhab,
tajam senjata lagi pahlawan pemberani dan berpengalaman,
apabila peperangan terjadi bernyala-nyala.
Tantangan itu disambut ‘Ali bin Abu Thalib, dengan bersajak :
اَنَا الَّذِى سَمَّتْنِى اُمّى حَيْدَرَهْ،    كَلَيْثِ غَابَاتٍ كَرِيْهِ اْلمَنْظَرَهْ،     اُوْفِيْهِمْ بِالصَّاعِ كَيْلَ السَّنْدَرَهْ.
Akulah yang ibuku menamakanku Haidarah,
seperti singa jantan dari hutan yang menakutkan bila dipandang,
aku tepati mereka dengan sho’ takaran yang sempurna.
[Al-Bidayah wan Nihaayah juz 4, hal. 577]
Kemudian perang-tanding antara kedua jagoan itu dimulai. Masing-masing saling menyerang dengan pedang di tangan, akhirnyah Marhab jatuh dan pedang ‘Ali berkelebat memenggal lehernya hingga tewas.
Selanjutnya diriwayatkan, bahwa setelah Marhab mati terbunuh, sausaranya yang bernama Yasir ingin menuntut balas dengan mengajak berperang tanding kembali.
Memang Yasir seorang jagoan Yahudi Khaibar yang gagah perkasa, pandai berkuda dan tangkas. Tantangannya itu dilayani oleh shahabat Zubair bin ‘Awwam. Kemudian dengan persetujuan Nabi SAW, keluarlah Zubair dari barisan tentara Islam untuk melayani tangangan Yasir yang congkak itu.
Ketika Ummu Shafiyah (ibu Zubair) melihat anaknya akan berperang tanding dengan jagoan kaum Yahudi itu, ia agak ketakutan, lalu berkata kepada Nabi SAW :
يَقْتُلُ اِبْنِى يَا رَسُوْلَ اللهِ !
“Dia (Yasir) akan membunuh anak saya, ya Rasulullah !”.
Nabi SAW bersabda :  بَلْ اِبْنُكِ يَقْتُلُهُ اِنْ شَاءَ اللهُ
Tidak, anak laki-lakimu yang akan membunuhnya, in syaa-allah.

Kemudian setelah keduanya itu bertemu, keduanya terlibat dalam perang yang sengit, dan akhirnya Yasir pun dapat dibunuh oleh Zubair bin ‘Awwam. [Al-Baidayah wan Nihaayah juz 4, hal. 579]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang kehidupan Dunia

  TENTANG DUNIA فعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ ...