Kisah terbunuhnya Musailimah Al-Kadzdzaab.
Di
dalam tarikh Al-Bidaayah wan Nihaayah disebutkan sebagai berikut :
ثُمَّ تَذَامَرَ الصَّحَابَةُ بَيْنَهُمْ وَ قَالَ ثَابِتُ بْنُ قَيْسِ
بْنِ شَمَّاسٍ: بِئْسَ مَا عَوّدْتُمْ اَقْرَانُكُمْ، وَ نَادَوْا مِنْ كُلّ
جَانِبٍ: اَخْلِصْنَا يَا خَالِدُ، فَخَلَصَتْ ثُلَّةٌ مِنَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَ
اْلاَنْصَارِ
Situasi
semakin genting, lalu para shahabat saling memberi semangat, Tsabit bin Qais bin
Syammas menyerukan, “Alangkah jelek perbuatan kalian terhadap rekan-rekan
kalian”. Ia mulai menyeru ke setiap penjuru, “Bantulah kami wahai Khalid”. Lalu
sebagian dari kaum Muhajirin dan Anshar berdatangan membantu.
وَ حَمَى الْبَرَاءُ بْنُ مَعْرُوْرٍ، وَ كَانَ اِذَا رَأَى الْحَرْبَ
أَخَذَتْهُ الْعِرْوَاءُ فَيَجْلِسُ عَلَى ظَهْرِ الرّحَالِ حَتَّى يَبُوْلَ فِي
سَرَاوِيْلِهِ، ثُمَّ يَثُوْرُ كَمَا يَثُوْرُ اْلاَسَدُ. وَ قَاتَلَتْ بَنُوْ
حَنِيْفَةَ قِتَالاً لَمْ يَعْهَدْ مِثْلُهُ. وَجَعَلَتِ الصَّحَابَةُ يَتَوَاصَوْنَ بَيْنَهُمْ وَ يَقُوْلُوْنَ: يَا
اَصْحَابَ سُوْرَةِ اْلبَقَرَةِ، بَطَلَ السّحْرُ الْيَوْمَ. وَ حَفَرَ ثَابِتُ
بْنُ قَيْسٍ لِقَدَمَيْهِ فِي اْلاَرْضِ اِلَى اَنْصَافِ سَاقَيْهِ، وَ هُوَ
حَامِلُ لِوَاءِ اْلاَنْصَارِ بَعْدَ مَا تَحَنَّطَ وَ تَكَفَّنَ، فَلَمْ يَزَلْ
ثَابِتًا حَتَّى قُتِلَ هُنَاكَ
Disebutkan
bahwa Al-Baraa’ bin Ma’rur jika melihat peperangan bergejolak, semangatnya
terbakar, dirinya bergetar hebat, lalu ia duduk di atas punggung kendaraannya
hingga terkencing-kencing dalam celananya. Kemudian ia menyerang laksana singa.
Dan kaum Bani Hanifah pada waktu itu berperang luar biasa. Para shahabat saling
berpesan satu dengan lainnya dan saling berkata, “Wahai penghafal surat
Al-Baqarah, hari ini sihir akan hancur”. Adapun Tsabit bin Qais telah mengubur
kedua kakinya ke dalam lubang hingga pertengahan kedua betisnya, sambil membawa
panji Anshar setelah memakai minyak wangi dan kain kafan, dia tetap tegar di
tempat itu hingga akhirnya terbunuh di tempat tersebut.
وَقَالَ الْمُهَاجِرُوْنَ لِسَالِمٍ مَوْلَى اَبِي حُذَيْفَةَ: اَ
تَخْشَى اَنْ نُؤْتَى مِنْ قِبَلِكَ؟ فَقَالَ: بِئْسَ حَامِلُ اْلقُرْآنِ اَنَا
اِذًا، وَ قَالَ زَيْدُ بْنُ الْخَطَّابِ: اَيُّهَا النَّاسُ عَضُّوْا عَلَى
اَضْرَاسِكُمْ وَ اضْرِبُوْا فِي عَدُوّكُمْ وَ امْضُوْا قَدَمًا، وَ قَالَ: وَ
اللهِ لاَ اَتَكَلَّمُ حَتَّى يَهْزِمَهُمُ اللهُ اَوْ اَلْقَى اللهَ فَاُكَلّمَهُ
بِحُجَّتِي، فَقُتِلَ شَهِيْدًا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Orang-orang
Muhajirin berkata kepada Salim Maula Abu Hudzaifah, “Apakah engkau tidak takut
jika musuh berhasil menjebol pertahananmu ?”. Dia menjawab, “Kalau hal itu
terjadi, alangkah buruk diriku sebagai pembawa Al-Qur’an”.
Zaid
bin Al-Khaththab berkata, “Wahai saudara-saudaraku sekalian, gigitlah dengan
geraham kalian, dan bunuhlah musuh-musuh kalian, majulah dan seranglah !”. Ia
juga berkata, “Demi Allah, aku bersumpah tidak akan berbicara hingga Allah
mengalahkan mereka atau sehingga aku bertemu dengan-Nya dan akan aku sampaikan
hujjahku !”. Akhirnya ia terbunuh sebagai syahid, semoga Allah
meridlainya.
وَ قَالَ اَبُوْ حُذَيْفَةَ: يَا اَهْلَ اْلقُرْآنِ زَيّنُوْا
اْلقُرْآنَ بِالْفِعَالِ، وَ حَمَلَ فِيْهِمْ حَتَّى اَبْعَدَهُمْ وَ اُصِيْبَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. وَ حَمَلَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيْدِ حَتَّى جَاوَزَهُمْ،
وَسَارَ لِجِبَالِ مُسَيْلِمَةَ وَ جَعَلَ يَتَرَقَّبُ اَنْ يَصِلَ اِلَيْهِ
فَيَقْتُلُهُ، ثُمَّ رَجَعَ ثُمَّ وَقَفَ بَيْنَ الصَّفَّيْنِ وَ دَعَا الْبَرَازَ،
وَ قَالَ: اَنَا ابْنُ الْوَلِيْدِ الْعَوْدِ، اَنَا ابْنُ عَامِرٍ وَ زَيْدٍ،
ثُمَّ نَادَى بِشِعَارِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَكَانَ شِعَارُهُمْ يَوْمَئِذٍ يَا
مُحَمَّدَاهْ، وَ جَعَلَ لاَ يَبْرُزُ لَهُمْ اَحَدٌ اِلاَّ قَتَلَهُ، وَ لاَ
يَدْنُوْ مِنْهُ شَيْءٌ اِلاَّ اَكَلَهُ
Abu
Hudzaifah berkata, “Wahai ahlil Qur’an, hiasilah Al-Qur’an dengan perbuatan
kalian”. Kemudian dia menyerbu musuh hingga masuk ke dalam, dan akhirnya iapun
terbunuh, semoga Allah meridlainya.
Khalid
bin Walid menyerbu ke tempat musuh hingga melewati mereka, dia terus berjalan
sambil mencari tendanya Musailimah, kemudian dia kembali dan berdiri diantara
dua pasukan sambil menantang untuk perang tanding , ia berteriak, “Aku adalah
putra Al-Walid Al-‘Aud, aku Ibnu ‘Amir dan Zaid”. Kemudian ia memanggil dengan
syi’ar kaum muslimin, yang ketika itu adalah, “Ya Muhammadaah”. Setiap kali ada
yang maju melayaninya pasti akan terbunuh olehnya, dan tidaklah seorang musuh
yang mendekat kecuali pasti akan dihabisinya.
وَدَارَتْ رَحَى الْمُسْلِمِيْنَ ثُمَّ اقْتَرَبَ مِنْ مُسَيْلِمَةَ
فَعَرَضَ عَلَيْهِ النّصْفَ وَ الرُّجُوْعَ اِلىَ الْحَقّ، فَجَعَلَ شَيْطَانُ
مُسَيْلِمَةَ يُلَوّي عُنُقَهُ، لاَ يَقْبَلُ مِنْهُ شَيْئًا، وَكُلَّمَا اَرَادَ
مُسَيْلِمَةُ يُقَارِبُ مِنَ اْلاَمْرِ صَرَفَهُ عَنْهُ شَيْطَانُهُ،
Dan
bergantilah situasi dan kaum muslimin menguasai keadaan, kemudian Khalid bin
Walid mendekati Musailimah, menawarkan kepadanya separo (bumi Yamamah) dan
kembali kepada kebenaran, lalu syaithannya Musailimah menggelengkan lehernya,
tidak mau menerima apapun darinya. Setiap kali Musailimah ingin menerima tawaran
Khalid, maka syaithannya Musailimah memalingkannya.
فَانْصَرَفَ عَنْهُ خَالِدٌ وَ قَدْ مَيَّزَ خَالِدٌ الْمُهَاجِرِيْنَ
مِنَ اْلاَنْصَارِ مِنَ اْلاَعْرَابِ، وَ كُلُّ بَنِيْ اَبٍ عَلَى رَايَتِهِمْ،
يُقَاتِلُوْنَ تَحْتَهَا، حَتَّى يَعْرِفَ النَّاسُ مِنْ اَيْنَ يُؤْتُوْنَ، وَ
صَبَرَتِ الصَّحَابَةُ فِي هذَا الْمَوْطِنِ صَبْرًا لَمْ يَعْهَدْ مِثْلُهُ،
وَلَمْ يَزَالُوْا يَتَقَدَّمُوْنَ اِلَى نُحُوْرِ عَدُوّهِمْ حَتَّى فَتَحَ اللهُ
عَلَيْهِمْ، وَ وَلَّى الْكُفَّارُ اْلاَدْبَارَ، وَاتَّبَعُوْهُمْ يَقْتُلُوْنَ
فِي اَقْفَائِهِمْ وَ يَضَعُوْنَ السُّيُوْفَ فِي رِقَابِهِمْ حَيْثُ شَاءُوْا،
حَتَّى اَلْجَأُوْهُمْ اِلَى حَدِيْقَةِ الْمَوْتِ،
Kemudian
Khalid kembali, dan ia telah memisah-misahkan antara kaum Muhajirin, kaum
Anshar, dan orang-orang ‘Arab. Dan tiap-tiap qabilah masing-masing membawa panji
dan berperang di bawah panji mereka. Dengan cara itu orang-orang bisa mengetahui
dari mana mereka itu datang. Pada peperangan ini tampak keuletan dan keshabaran
para shahabat yang tiada tandingannya. Mereka terus menerus maju ke arah musuh
hingga Allah menaklukkan musuh dan orang kafir lari tunggang langgang. Kaum
muslimin terus mengejar mereka dan menebas leher-leher mereka, dan mengayunkan
pedang menurut yang mereka kehendaki. Hingga akhirnya orang kafir terdesak
sampai kepada kebun kematian (hadiqatul maut).
وَ قَدْ اَشَارَ عَلَيْهِمْ مُحَكَّمُ الْيَمَامَةُ وَ هُوَ مُحَكَّمُ
بْنُ الطُّفَيْلِ لَعَنَهُ اللهُ بِدُخُوْلِهَا فَدَخَلُوْهَا وَ فِيْهَا عَدُوُّ
اللهِ مُسَيْلِمَةُ لَعَنَهُ اللهُ. وَ اَدْرَكَ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ اَبِي
بَكْرٍ مُحَكَّمَ بْنَ الطُّفَيْلِ فَرَمَاهُ بِسَهْمٍ فِي عُنُقِهِ وَ هُوَ
يَخْطُبُ فَقَتَلَهُ، وَ اَغْلَقَتْ بَنُوْ حَنِيْفَةَ الْحَدِيْقَةَ عَلَيْهِمْ،
وَ اَحَاطَ بِهِمُ الصَّحَابَةُ.
Pemimpin
Yamamah, Muhakkam bin thufail, semoga Allah mela’natnya, telah memberi isyarat
agar mereka masuk ke dalam kebun, maka masuklah seluruhnya ke dalam kebun yang
di dalamnya terdapat Musailimah Al-Kadzdzab musuh Allah. ‘Abdur Rahman bin Abu
Bakar melihat Muhakkam bin Thufail, lalu memanahnya dengan anak panah yang
menghunjam tepat di lehernya hingga tewas saat sedang berpidato di depan
kaumnya. Setelah seluruhnya masuk, Bani Hanifah mengunci pintu kebun tersebut,
sementara di luar para shahabat telah mengepung mereka.
وَ قَالَ الْبَرَاءُ بْنُ مَالِكٍ: يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِيْنَ
اَلْقُوْنِيْ عَلَيْهِمْ فِي الْحَدِيْقَةِ، فَاحْتَمَلُوْهُ فَوْقَ الْجُحَفِ وَ
رَفَعُوْهَا بِالرّمَاحِ حَتَّى اَلْقَوْهُ عَلَيْهِمْ مِنْ فَوْقِ سُوْرِهَا،
فَلَمْ يَزَلْ يُقَاتِلُهُمْ دُوْنَ بَابِهَا حَتَّى فَتَحَهُ، وَدَخَلَ
الْمُسْلِمُوْنَ الْحَدِيْقَةَ مِنْ حِيْطَانِهَا وَ اَبْوَابِهَا يَقْتُلُوْنَ
مَنْ فِيْهَا مِنَ الْمُرْتَدَّةِ مِنْ اَهْلِ الْيَمَامَةِ، حَتَّى خَلَصُوْا
اِلىَ مُسَيْلِمَةَ لَعَنَهُ اللهُ، وَ اِذَا هُوَ وَاقِفٌ فِي ثَلْمَةِ جِدَارٍ
كَاَنَّهُ جَمَلٌ اَوْرَقُ، وَ هُوَ يُرِيْدُ يَتَسَانَدُ لاَ يَعْقِلُ مِنَ
الْغَيْظِ. وَ كَانَ اِذَا اعْتَرَاهُ شَيْطَانُهُ اَزْبَدَ حَتَّى يَخْرُجَ
الزَّبَدُ مِنْ شِدْقَيْهِ، فَتَقَدَّمَ اِلَيْهِ وَحْشِيُّ بْنُ حَرْبٍ مَوْلَى
جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ، قَاتِلُ حَمْزَةَ، فَرَمَاهُ بِحَرْبَتِهِ فَاَصَابَهُ وَ
خَرَجَتْ مِنَ الْجَانِبِ اْلآخَرِ، وَ سَارَعَ اِلَيْهِ اَبُوْ دُجَّانَةَ سِمَاكُ
بْنُ خَرَشَةَ، فَضَرَبَهُ بِالسَّيْفِ فَسَقَطَ، فَنَادَتِ امْرَأَةٌ مِنَ
الْقَصْرِ: وَا اَمِيْرَ اْلوَضَاءَةِ، قَتَلَهُ الْعَبْدُ
اْلاَسْوَدُ،
Baraa’
bin Malik kemudian berkata, “Wahai kaum muslimin, lemparkan aku ke dalam kebun
!”. Lalu mereka membawanya ke atas tameng besi, dan mengangkatnya dengan
beberapa tombak, lalu mereka lemparkan beramai-ramai hingga melewati pagar kebun
tersebut. Baraa’ bin Malik terus bertempur di dekat pintu sehingga ia berhasil
membuka pintunya. Akhirnya kaum muslimin berhasil masuk ke dalam kebun, baik
dari pintunya maupun dari dindingnya, membunuh orang-orang murtad penduduk
Yamamah yang berada di dalamnya. Hingga akhirnya mereka sampai ke tempat
Musailimah yang terla’nat itu. Waktu itu dia sedang berdiri di salah satu pagar
kebun yang berlubang, seolah-olah dia seekor unta jantan abu-abu yang gagah. Dia
ingin bersandar dalam keadaan tidak tahu apa yang harus dilakukan, karena
kemarahannya yang memuncak. Biasanya, jika syaithannya datang, maka dia akan
mengeluarkan buih dari mulutnya. Lalu Wahsyi bin Harb Maula Jubair bin Muth’im
(pembunuh Hamzah) datang mendekatinya dan dengan cepat ia melemparkan tombaknya
ke arah Musailimah tepat mengenai dadanya hingga tembus ke belakang. Dengan
cepat Abu Dujanah Simak bin Kharasyah datang dan menebasnya dengan pedangnya
hingga Musailimah terjatuh. Perempuan dari dalam istana menjerit, “Aduhai
malangnya nasib pemimpin kita, dia dibunuh oleh budak hitam” [Al-Bidaayah wan
Nihaayah juz 6, hal. 717-718]
Wahsyiy
menceritakan sehubungan dengan terbunuhnya Musailimah Al-Kadzdzaab ini
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari sebagai berikut
:
فَلَمَّا قُبِضَ رَسُوْلُ اللهِ ص فَخَرَجَ مُسَيْلِمَةُ الْكَذَّابُ،
قُلْتُ: لاَخْرُجَنَّ اِلَى مُسَيْلِمَةَ لَعَلّي اَقْتُلُهُ فَاُكَافِئَ بِهِ
حَمْزَةَ. قَالَ: فَخَرَجْتُ مَعَ النَّاسِ فَكَانَ مِنْ اَمْرِهِ مَا كَانَ،
قَالَ: فَاِذَا رَجُلٌ قَائِمٌ فِي ثَلْمَةِ جِدَارٍ كَاَنَّهُ جَمَلٌ اَوْرَقُ
ثَائِرُ الرَّأْسِ. قَالَ: فَرَمَيْتُهُ بِحَرْبَتِي فَاَضَعُهَا بَيْنَ ثَدْيَيْهِ
حَتَّى خَرَجَتْ مِنْ بَيْنِ كَتِفَيْهِ. قَالَ: وَ وَثَبَ اِلَيْهِ رَجُلٌ مِنَ
اْلاَنْصَارِ فَضَرَبَهُ بِالسَّيْفِ عَلَى هَامَتِهِ. البخارى 5: 37
Setelah Rasulullah
SAW wafat, maka muncullah Musailimah Al-Kadzdzaab. Aku berkata, "Aku akan
berusaha mencari Musailimah, semoga aku dapat membunuhnya untuk menebus
kesalahanku karena telah membunuh Hamzah, "lalu aku keluar bersama orang-orang
yang akan memerangi Musailimah. Sebuah kesempatan yang kutunggu-tunggu.
Tiba-tiba aku melihat seorang laki-laki berdiri di salah satu dinding yang
berlubang, seolah-olah ia unta abu-abu yang berambut kusut." Wahsyi melanjutkan
ceritanya, "Lalu aku lempar dengan tombakku hingga tepat mengenai di
tengah-tengah dadanya sampai tembus ke belakang". Wahsyi berkata, "Lalu seorang
laki-laki Anshar menyerangnya dan memenggal kepalanya dengan
pedang”.
[HR. Bukhari juz 5, hal. 37)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar