10/08/2014

Nabi SAW Tinggal di Rumah Shahabat Abu Ayyub RA.
Kemudian Nabi SAW bertempat tinggal di rumah shahabat Abu Ayyub RA, seorang shahabat keluarga Bani Najjar dan golongan Khajraj yang nama aslinya ialah Khalid bin Zaid. Semula Nabi SAW tinggal di bagian bawah, sedang Abu Ayyub di bagian atas. Kemudian oleh Abu Ayyub, Nabi SAW dimohon untuk tinggal di bagian atas, dan Abu Ayyub beserta keluarganya di bagian bawah. Namun pada waktu itu beliau belum berkenan pindah di bagian atas, dan beliau mempersilakan Abu Ayyub supaya tetap tinggal di bagian atas. Namun Abu Ayyub masih juga merasa kurang enak, karena merasa kurang sopan lagi pula dikhawatirkan tempat Nabi SAW bisa terkena tetesan air dari atas, sehingga waktu itu Abu Ayyub tidak berani menaruh air di atas. Oleh sebab itu, tidak henti-hentinya Abu Ayyub memohon kepada Nabi SAW supaya beliau mau pindah ke bagian atas, sehingga akhirnya beliau pun pindah di bagian atas, dan Abu Ayyub pindah di bagian bawah.
Dan setiap hari Nabi SAW dikirim makanan oleh Abu Ayyub, Sa'ad bin 'Ubadah, As'ad bin Zurarah dll. Abu Ayyub dan istrinya sesudah memasak makanan tiap pagi dan petang lebih dahulu menyajikannya kepada Nabi SAW, baru yang selebihnya diambilnya dan dimakannya bersama keluarganya. Demikianlah pelayanan Abu Ayyub dan keluarganya kepada Nabi SAW.
Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Ummu Ayyub memasak makanan yang bercampur bawang. Maka setelah makanan itu selesai dimasaknya, sebagaimana biasa sebelum dimakan oleh keluarganya, disajikan lebih dahulu kepada Nabi SAW. Oleh karena makanan itu berbau bawang, maka beliau tidak memakannya. Ketika Abu Ayyub datang akan mengambil kelebihan makanan itu, dia terperanjat melihat bahwa makanan itu tidak tampak tanda-tanda dimakan oleh Nabi SAW. Abu Ayyub lalu bertaya : "Ya Rasulullah, mengapa pada makanan ini tidak ada bekas dari tangan tuan ? Padahal biasanya yang kami makan itu makanan yang sudah berbekas tangan tuan".
Nabi SAW bersabda :
اِنِّى وَجَدْتُ فِيْهِ رِيْحَ هذِهِ الشَّجَرَةِ، وَ اَنَا رَجُلٌ اُنَاجِى. وَ اَمَّا اَنْتُمْ فَكُلُوْهُ
Sesungguhnya saya mendapati pada makanan itu bau pohon (bawang) padahal saya seorang yang memuja kepada Allah, adapun kamu semua, makanlah dia.

Kemudian makanan itu diambil dan dimakan oleh Abu Ayyub sekeluarga, dan sejak itu Ummu Ayyub tidak pernah lagi memasak makanan untuk Nabi SAW yang bercampur dengan bawang merah ataupun bawang putih.
6. Nabi SAW Mendirikan Masjid di Madinah.
Sejak beliau datang di Madinah sampai mendirikan masjid dan rumah sendiri, Nabi SAW bertempat tinggal di rumah shahabat Abu Ayyub RA. Pada saat akan mendirikan masjid, beliau mengumpulkan keluarga dari bani Najjar. Setelah mereka berkumpul beliau bersabda kepada para ketua mereka : "Hai sekalian bani Najjar, hendaklah kamu sekalian menyebutkan harga sebenarnya dari kebun-kebunmu kepadaku, karena aku akan membeli kebun-kebun itu".
Mereka menjawab : "Ya Rasulullah, kami tidak akan mengambil harga kebun-kebun itu, kecuali kepada Allah belaka".
Nabi SAW sebenarnya meminta kepada mereka, sekalipun dengan harga yang rendah, kebun-kebun dan tanah-tanah tersebut supaya diberi harga, termasuk tempat yang dipergunakan untuk mengeringkan kurma milik kedua anak yatim yang bernama Sahal dan Suhail, yang keduanya dalam pemeliharaan Mu'adz bin 'Afra', tetapi mereka tetap menjawab : "Ya Rasulullah, kami tidak akan mengambil harga kebun-kebun itu, kecuali kepada Allah belaka".
Adapun tanah yang hendak ditempati untuk mendirikan masjid itu sebagiannya adalah kebun kepunyaan As'ad bin Zurarah, sebagian tanah kepunyaan kedua anak yatim tersebut dan sebagian tanah kuburan kaum musyrikin yang telah rusak. Dan tanah kepunyaan kedua anak yatim itu dibeli oleh Nabi SAW dengan harga sepuluh dinar, dan shahabat Abu Bakar RA yang membayarnya. Adapun tanah kuburan lama serta tanah kepunyaan As'ad bin Zurarah hanya diserahkan dengan sukarela kepada Nabi SAW. Kemudian tanah-tanah itu diperbaiki bersama-sama oleh sekalian shahabat Muhajirin dan Anshar, pohon-pohonnya ditebang, kuburannya dibongkar dan dibersihkan, lalu semuanya diratakan, kemudian mereka bekerja bersama-sama mendirikan masjid. Dalam hal ini Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik RA sebagai berikut :
Kemudian beliau menyuruh untuk mendirikan masjid. (Anas) berkata : Lalu beliau menyuruh (seseorang) kepada ketua-ketua Bani Najjar, maka mereka sama datang. Rasulullah SAW bersabda : "Hai Banu Najjar, juallah kebun kalian ini kepadaku". Mereka menjawab : "Tidak, demi Allah, kami tidak meminta harganya kecuali kepada Allah". (Anas) berkata : "Di kebun itu ada apa-apa yang saya katakan : ada pohon-pohon kurma, kuburan-kuburan orang-orang musyrik dan reruntuhan. LaluRasulullah SAW memerintahkan supaya pohon-pohon kurma itu ditebang. Mengenai kubur-kubur orang musyrik itu supaya digali, dan tentang reruntuhan supaya diratakan". (Anas) berkata : "Lalu mereka (para shahabat) menata pohon-pohon kurma di arah qiblat, dan mereka menata batu-batu di kira dan kakan pintu. (Anas) berkata : "Mereka sama melantunkan sajak, sedang Rasulullah SAW ikut serta bersama mereka. Mereka mengucapkan Alloohumma innahu laa khoiro illa khairul aakhiroh, fanshuril anshooro wal muhaajiroh (Ya Allah, sesungguhnya tidak ada kebaikan kecuali kebaikan akhirat, maka tolonglah orang-orang Anshar dan orang-orang Muhajirin). [HR. Muslim juz I, hal 373-374]
Dan sambil mengangkat batu, beliau berpantun :
هذَا اْلحِمَالُ لاَ حِمَالَ خَيْبَرَ، هذَا اَبَرُّ رَبَّنَا وَ اَطْهَرُ
       اَللّهُمَّ لاَ خَيْرَ اِلاَّ خَيْرُ اْلآخِرَةِ، فَارْحَمِ اْلاَنْصَارَ وَ اْلمُهَاجِرَةِ
Bawaan ini bukan barang bawaan ke negeri Khaibar,
tetapi ini lebih baik dan lebih bersih wahai Tuhanku,
            Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan akhirat,
            maka kasihanilah orang-orang Anshar dan orang-orang Muhajirin.
Dalam riwayat lain :
اَللّهُمَّ اِنَّ اْلاَجْرَ اَجْرُ اْلآخِرَةِ، فَاغْفِرْ لِلاَنْصَارِ وَ اْلمُهَاجِرَةِ.
       وَ عَافِهِمْ مِنْ حَرِّ نَارٍ سَاعِرَةٍ، فَاِنَّهَا لِكَافِرٍ وَ كَافِرَةٍ
Ya Allah, sesungguhnya pahala itu ialah pahala akhirat,
maka ampunilah shahabat Anshar dan Muhajirin.
            Dan lepaskanlah mereka dari panasnya neraka yang menyala-nyala,
            karena sesungguhnya itu untuk orang kafir laki-laki dan perempuan.
Diriwayatkan, bahwa para shahabat yang ikut bekerja bila mereka mendengar ucapan-ucapan sajak yang diucapkan oleh Nabi SAW seperti itu,mereka lalu menjawab dengan sajak pula, yang bunyinya :
لَئِنْ قَعَدْنَا وَ النَّبِيُّ يَعْمَلْ، لَذَاكَ مِنَّا اْلعَمَلُ اْلمُضَلَّلْ
Sesungguhnya jika kami duduk (tidak ikut bekerja), padahal Nabi bekerja,sungguh yang demikian itu perbuatan yang tersesat dari kami.
Dan diriwayatkan juga shahabat Muhajirin dan Anshar sama bersya'ir :
اَللّهُمَّ لاَ عَيْشَ اِلاَّ عَيْشُ اْلآخِرَةِ، فَارْحَمِ اْلمُهَاجِرِيْنَ وَ اْلاَنَاصِيْرَةَ
Ya Allah, tidak ada kehidupan melainkan kehidupan di akhirat,maka kasihanilah kaum Muhajirin dan Anshar.
Ada pula yang bunyinya
اَللّهُمَّ لاَ خَيْرَ اِلاَّ خَيْرُ اْلآخِرَةِ، فَاغْفِرْ لِلاَنْصَارِ وَ اْلمُهَاجِرَةِ
Ya Allah, tidak ada kebaikan melainkan kebaikan akhirat,
maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin.
Demikianlah seterusnya, syair-syair itu diucapkan bersama-sama oleh Nabi SAW dan sekalian kaum Muslimin sambil mengangkat, meletakkan, menyusun dan menyisipkan batu, dan lain-lainnya.
Beberapa hari kemudian masjid itu selesai didirikan dengan sederhana. Pagarnya dari batu-batu dan tanah, tiang-tiangnya dari batang-batang pohon kurma, atapnya dari pelepah-pelepah kurma, halamannya ditutup dengan batu-batu kecil, tingginya dibuat setinggi tegak manusia lebih sedikit, qiblatnya menghadap Baitul Maqdis (sebab waktu itu perintah supaya menghadap Baitul Haram belum diturunkan), pintunya ada tiga buah, panjangnya ada tujuh puluh hasta dan lebarnya ada enam puluh hasta. Di sisi Masjid itu didirikan dua kamar untuk tempat tinggal keluarga Nabi SAW, sebuah untuk Saudah, dan lainnya untuk 'Aisyah.
Setelah masjid itu selesai didirikan maka Nabi SAW pindah dari rumah Abu Ayyub ke rumah yang didirikan di sebelah masjid itu.
7. Pergantian Iklim Kota Yatsrib (Madinah)
Sebabnya kota tersebut dinamakan Yatsrib ialah karena adanya seorang keturunan raja 'Arab 'Amaliqah yang bernama Yatsrib bin Mahla'il, yang waktu itu berkuasa di sana. Kemudian lama-kelamaan mereka dikalahkan oleh bangsa Israil yaitu kaum Yahudi yang melarikan diri karena diserang dan dikejar-kejar oleh orang-orang Babylon, orang-orang Yunani dan orang-orang Roma. Dan singkatnya, kota Yatsrib lalu dikuasai oleh mereka kaum Yahudi. Demikian menurut keterangan Ibnu Khaldun.
Setelah Nabi SAW hijrah ke kota itu, maka kota Yatsrib oleh Nabi SAW namanya diganti dengan nama "Madinah".
Dan diriwayatkan bahwa waktu itu kota Madinah adalah suatu kota yang iklimnya sangat panas, dan panasnya melebihi panasnya kota Makkah. Oleh sebab itu orang-orang Muhajirin karena mengalami pergantian iklim disebabkan pindah di tempat yang baru, sudah barang tentu diantara mereka banyak yang merasa tidak tahan sehingga jatuh sakit. Pada saat itu Abu Bakar, Bilal dan 'Amir bin Fuhairah juga mengalami sakit panas. Diriwayatkan bahwa shahabat Abu Bakar ketika menderita sakit panas, mengeluh sambil mengucapkan :
كُلُّ امْرِىءٍ مُصَبَّحٌ فِى اَهْلِهِ، وَ اْلمَوْتُ اَدْنَى مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ
Setiap orang berpagi pada keluarganya, sedang mati itu lebih dekat daripada tali sandalnya.
Dan shahabat Bilal ketika menderita sakit panas ia tetap diam, tidak berkata apa-apa, tetapi bilamana penyakitnya hilang, ia menangis dengan suara keras samibl mengucapkan :
اَلاَ لَيْتَ شِعْرِى هَلْ اَبِيْتَنَّ لَيْلَةً، بِوَادٍ وَ حَوْلِى اِذْخِرٌ وَ جَلِيْلُ.
       وَ هَلْ اَرِدَنْ يَوْمًا مِيَاهَ مَجِنَّةٍ، وَ هَلْ يَـبْدُوْنَ لِى شَامَةٌ وَ طَفِيْلُ
Apakah kiranya aku dapat berjalan malam hari, di lembah yang di sekelilingku ada pohon-pohon idzkir dan jalil ? Dan apakah aku pada suatu hari dapat sampai ke tempat air Majinnah, dan apakah dapat kelihatan olehku gunung Syamah dan gungung Thafil ?. [Pohon idzkir dan Jalil adalah keduanya itu merupakan pohon-pohon yang ada di kota Makkah. Adapun Syamah dan Thafil itu nama dua buah gunung di dekat kota Makkah].
Lalu Bilal berkata :
اَللّهُمَّ اْلعَنْ شَيْبَةَ بْنَ رَبِيْعَةَ، وَ عُتْبَةَ بْنَ رَبِيْعَةَ، وَ اُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ كَمَا اَخْرَجُوْنَا مِنْ اَرْضِنَا اِلَى اَرْضِ اْلوَبَاءِ.
Ya Allah, kutuklah Syalbah, 'Utbah bin Rabi'ah, dan Umayyah bin Khalaf, sebagaimana mereka telah mengusir kami dari tanah air kami ke tanah yang berpenyakit ini.
Sedang shahabat 'Amir bin Fuhairah RA ketika menderita sakit panas, mengeluh sambil bersyair sebagai berikut :
لَقَدْ وَجَدْتُ اْلمَوْتَ قَبْلَ ذَوْقِهِ، اِنَّ اْلجَبَّانَ حَتْفُهُ مِنْ فَوْقِهِ،
       كُلُّ امْرِئٍ مُجَاهِدٌ بِطَوْقِهِ، كَالثَّوْرِ يَحْمِى جِلْدَهُ بِرَوْقِهِ.
Sungguh aku mendapati mati sebelum merasakannya : "Sesungguhnya penakut itu matinya dari atasnya. Tiap-tiap orang itu berjuang dengan kekuatannya, seperti sapi memanaskan kulitnya dengan tanduknya".
Demikianlah keadaan kaum Muhajirin ketika menderita sakit panas. Oleh sebab itu maka Nabi SAW memohon kepada Tuhan :
اَللّهُمَّ حَبِّبْ اِلَيْنَا اْلمَدِيْنَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ اَوْ اَشَدَّ. اَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى صَاعِنَا وَ فِى مُدِّنَا وَ صَحِّحْهَا لَنَا وَ انْقُلْ حُمَّاهَا اِلَى اْلجُحْفَةِ.
Ya Allah, cintakanlah kota Madinah kepada kami seperti cinta kami kepada kota Makkah atau lebih cinta lagi. Ya Allah, Berilah berkah kepada sha' kami dan mud kami, dan sehatkanlah kota Madinah ini untuk kami dan pindahkanlah panasnya ke Juhfah.
Kemudian doa Nabi SAW itu segera dikabulkan oleh Allah.
8. Membina Persaudaraan Kaum Muslimin di Madinah
Setelah kurang lebih lima bulan lamanya Nabi SAW berdiam di kota Madinah, untuk mengekalkan persaudaan antara kaum Muhajirin dan Anshar atau sesama kaum Muslimin, maka beliau mengumpulkan mereka, lalu beliau bersabda :
تَآخَوْا فِى اللهِ اَخَوَيْنِ اَخَوَيْنِ
Hendaklah kamu sekalian bersaudara dalam agama Allah dua orang - dua orang.
Jadi yang dimaksudkan oleh Nabi SAW ialah persaudaraan di dalam agama Allah. Kemudian beliau bersabda lagi :
حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ اْلمُطَّلِبِ اَسَدُ اللهِ وَ اَسَدُ رَسُوْلِهِ، وَ زَيْدُ بْنُ حَارِثَةَ مَوْلَى رَسُوْلِ اللهِ، اَخَوَيْنِ.
Hamzah bin 'Abdul Muththalib singa Allah dan singa Rasul-Nya, bersaudara dengan Zaid bin Haritsah bekas budak Rasulullah.
Dan demikianlah Nabi SAW lalu menyebut nama-nama shahabat-shahabatnya dari golongan Muhajirin dan Anshar supaya setiap dua orang bersaudara, seorang dari Muhajirin dan seorang dari Anshar. Pada saat itu yang diperintahkan bersaudara ada seratus orang, 50 orang Muhajirin dan 50 orang dari Anshar.
Diantara seratus orang tersebut antara lain :
Ja'far bin Abu Thalib (Mh) dengan Mu'adz bin Jabal (An),
Abu Bakar Ash-Shiddiq (Mh) dengan Kharijah bin Zuhair (An),
'Umar bin Khaththab (Mh) dengan 'Itbah bin Malik (An),
'Amir bin 'Abdullah (Mh)dengan Sa'ad bin Mu'adz (An),
'Abdurrahman bin 'Auf (Mh), dengan Sa'ad bin Robi' (An),
Zubair bin Awwam (Mh), dengan Salamah bin Salamah (An),
'Utsman bin 'Affan (Mh) dengan Aus bin Tsabit (An),
Thalhah bin 'Ubaidillah (Mh) dengan Ka'ab bin Malik (An),
Sa'ad bin Zaid (Mh) dengan Ubayy bin Ka'ab (An),
Mush'ab bin 'Umair (Mh) dengan Khalid bin Zaid (An),
Abu Hudzaifah bin 'Utbah (Mh) dengan 'Abbaad bin Bisyr (An),
'Ammar bin Yasir (Mh) dengan Hudzaifah bin Al-Yamani (An),
Abu Dzarr Al-Ghifariy (Mh) dengan Mundzir bin 'Amr (An)
Bilal bin Rabbah (Mh) dengan Abu Ruwaihah (An),
Salman Al-Farisiy (Mh) dengan Abud Darda' (An).
Inilah sebagian dari nama-nama shahabat Muhajirin dan Anshar yang tercatat dalam kitab Sirah Ibnu Hisyam, yang dijadikan bersaudara seorang dengan yang lainnya di dalam agama Allah oleh Nabi SAW. Adapun maksud Nabi SAW mengadakan persaudaraan itu :
pertama,          untuk melenyapkan rasa asing pada diri shahabat-shahabat Muhajirin di kota Madinah.
kedua,   untuk menumbuhkan rasa persaudaraan antara satu dengan yang lain di dalam agama Allah, yaitu bahwa "semua orang Islam itu bersaudara", dan

ketiga,    agar satu dengan yang lain saling tolong-menolong, yang kuat menolong yang lemah, yang mampu menolong yang kekurangan dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang kehidupan Dunia

  TENTANG DUNIA فعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ ...