Nabi
SAW bersama tentara muslimin sampai di Madinah dari Uhud pada hari Sabtu malam
tanggal 16 Syawal tahun 3 H. Kemudian pada malam itu juga beliau SAW mendengar
khabar bahwa perjalanan tentara Quraisy sedang sampai di Ar-Rauhaa’, dan tengah
berunding akan kembali menuju Madinah untuk menghancurkan kaum
muslimin.
Sebagaimana
telah diketahui bahwa peperangan Uhud dihentikan oleh pihak
musyrikin.
Kemudian setelah mereka menguburkan para korban lalu pulang ke
Makkah. Dan pada waktu itu rupanya mereka telah merasa
puas, karena telah dapat menghindarkan dari kekalahan mereka. Tetapi setelah perjalanan mereka agak jauh dari Uhud, dan ketika
mereka sedang beristirahat di Ar- Rauhaa’, terpikirlah oleh Abu Sufyan dan
sebagian para kawannya, bahwa mereka tidak memperoleh kemenangan dalam
peperangan itu sebagaimana yang diharapkan. Buktinya
Muhammad dan pengikutnya belum dapat dibinasakan, dan mereka tidak membawa
tawanan dari tentara Islam seorangpun. Oleh sebab itu,
di tempat tersebut mereka lalu mengadakan
perundingan.
Abu
Sufyan selaku panglima mereka berpendapat : Lebih baik
kembali menyerbu dan menyerang kota
Madinah serta menghancur-binasakan kaum muslimin. Karena jika tidak dihancurkan
tentu di lain waktu Muhammad dan para pengikutnya akan
melawan kaum Quraisy lagi dengan perlawanan yang lebih hebat. Maka sebelum Muhammad dan pengikutnya mempunyai kekuatan yang lebih
besar lagi, lebih baik harus dihancurkan terlebih
dahulu.
Demikianlah
pendapat Abu Sufyan, dan pendapat ini oleh sebagian kaum Quraisy ditolak dengan
keras, yang dipelopori oleh Shafwan bin Umayyah, seorang yang termasuk tokoh
mereka.
Sekalipun
demikian, namun Abu Sufyan bersikeras mempertahankan pendapatnya, dan mendapat
dukungan dari para perempuan mereka.
Mereka bersikeras untuk kembali ke utara menggempur
kota
Madinah dan menghancurkan Nabi Muhammad beserta para
pengikutnya.
Pendapat
Abu Sufyan pada mulanya memang berpengaruh, tetapi akhirnya tidak banyak yang
menyetujuinya, sehingga perundingan pada malam itu belum dapat diambil suatu
keputusan.
Pada
keesokan harinya, yaitu hari Ahad 16 Syawal, sehabis Nabi SAW mengerjakan shalat
Shubuh, beliau memerintah shahabat Bilal supaya berseru memanggil orang-orang
yang kemarin baru saja datang dari Uhud agar segera bersiap-siap unruk mengejar
musuh. Adapun orang-orang yang kemarin tidak ikut ke Uhud,
tidak diperkenankan berangkat.
Diriwayatkan,
bahwa pada pagi itu juga datanglah seorang shahabat yang bernama Abdullah bin
‘Amir Al-Maziniy menghadap Nabi SAW dengan terburu-buru untuk menyampaikan
berita. Karena dia baru saja datang dari keluarganya yang berada di luar
Madinah, tetapi masih dekat kota
Madinah. Dan di tempat itulah tentara Quraisy bermalam.
Dia dapat mengetahui perundingan mereka pada malam itu.
Selanjutnya dia memberitakan pula segala yang dibicarakan kaum Quraisy pada
malam itu, dan disampaikan pula berita perdebatan yang terjadi antara Abu Sufyan
dan Shafwan bin Umayyah.
Setelah
mendengar suara panggilan dari shahabat Bilal, seketika itu kaum muslimin datang
berduyun-duyun dengan bersenjata ke masjid dan di muka rumah Nabi SAW, lalu
masing-masing menghadap kepada beliau untuk menunggu komando.
Mereka itu adalah para shahabat yang turut dalam perang Uhud, kecuali seorang
shahabat yang bernama Jabir bin Abdillah yang pada waktu perang Uhud tidak dapat
ikut karena harus mengurus saudara perempuannya sebanyak 7 orang, karena ayahnya
(‘Abdullah bin ‘Amr bin Haram) ikut berangkat perang, dan akhirnya menemui
syahid di Uhud. Sehingga pada kesempatan ini dia minta ijin
kepada Nabi SAW untuk ikut berperang, maka beliau
mengabulkannya.
Kemudian
Nabi SAW menyerahkan pimpinan ummat kepada shahabat Abdullah bin Ummi Maktum.
Waktu itu Abdullah bin Ubay bin Salul datang mengajukan dirinya untuk ikut
berangkat, tetapi beliau SAW menolak dengan keras, yang akhirnya ia tidak berani ikut. Nabi menolak Abdullah bin Ubay itu
karena beliau mengerti, bahwa ia pasti akan membuat
kekacauan lagi.
Kemudian
Nabi SAW bersiap-siap, berpakaian perang dan berkuda, dan bendera Islam
diserahkan kepada shahabat Ali bin Abu Thalib. Angkatan tentara muslimin tersebut berjalan kaki, dan sebagian di
antara mereka masih menderita luka-luka, namun semuanya berangkat dengan riang
gembira, penuh thaat kepada Nabi SAW. Maka berangkatlah tentara Islam
bersama-sama keluar dari kota
Madinah untuk mengejar musuh. Setelah sampai di Hamraul-Asad,
berhentilah kaum muslimin di tempat tersebut dengan semangat iman yang tetap
kokoh-kuat.
Pada
waktu itu tidak seorangpun tentara muslimin yang baru saja datang dari Uhud yang
tidak mematuhi seruan Nabi SAW, meskipun mereka masih dalam keadaan sangat lelah
dan payah, bahkan ada pula yang masih menderita luka-luka.
2.
Tentara kaum muslimin menunggu musuh di Hamraul-Asad
Nabi
SAW beserta tentara muslimin setelah tiba di Hamraul-Asad pada malam harinya
menyalakan api dimana cahayanya menerangi tempat-tempat
sekelilingnya, sehingga terlihat dari tempat yang jauh, bahwa tentara muslimin
lebih banyak jumlahnya dari pada yang sudah. Kemudian, datanglah seorang dari
suku Khuza’ah bernama Ma’bad yang akan bepergian ke
Makkah. Dan ketika itu ia menyatakan mengikut Islam.
Kemudian setelah diuji benar-benar oleh Nabi SAW, lalu ia melanjutkan perjalanannya ke Makkah, maka ia diperintah
Nabi SAW supaya menemui Abu Sufyan.
Nabi
SAW beserta tentara muslimin menunggu di Hamraul-Asad.
Sedang tentara musyrikin ketika itu sudah sampai di
Ar-Rauhaa’, sebuah tempat jarak + 36 mil dari Madinah. Setelah
tiba di Ar-Rauhaa’ Ma’bad Al-Khuza’y bertemu dengan rombongan Abu Sufyan, dan
Abu Sufyan setelah mengetahui kedatangan Ma’bad, maka ia berkata kepada para kawannya, “Inilah Ma’bad. Baiklah kita bertanya kepadanya, apa yang ada dan terjadi di
belakang”. Abu Sufyan belum mengerti bahwa Ma’bad telah mengikut Islam,
maka ia bertanya kepadanya, “Hai Ma’bad, apa yang terjadi di belakangmu ?”.
Ma’bad
lalu bercerita kepada Abu Sufyan, antara lain ia
berkata, “Di belakang saya ada Muhammad beserta bala tentaranya yang tidak
sedikit jumlahnya, yang selama ini belum pernah saya ketahui bahwa ia
mengerahkan bala tentaranya yang begitu banyak. Saya mendengar, bahwa Muhammad
beserta tentaranya akan mengejarmu dan tentaramu.
Pengikut Muhammad yang ketika bertempur di Uhud belum ikut berangkat, sekarang
rupa-rupanya telah dikumpulkan dan dikerahkan olehnya, dan semuanya akan mengejarmu. Keberangkatan mereka dari
Madinah dengan beresenjata lengkap, dan saya belum pernah melihat
senjata-senjata yang menyerupai senjata mereka sekarang ini, dan engkau sekarang
ini belum mempunyai senjata-senjata dan alat-alat yang serupa itu. Sepanjang yang saya dengar, mereka itu sangat marah dan akan
menuntut balas kepadamu”.
Abu
Sufyan menjawab, “Celaka kamu, apa katamu
!”.
Ma’bad
menyahut, “Kalau kamu tidak percaya kepada saya, nyatakanlah sendiri atau
tunggulah kedatangan mereka, tentu tentaramu akan hancur
lebur”.
Kata
Abu Sufyan, “Sekarang bagaimana menurut pendapatmu
?”.
Kata
Ma’bad, “Pendapat saya lebih baik engkau lekas meninggalkan tempat ini. Kalau tidak, tentu barisan tentara Muhammad akan segera menyerbu
kemari”.
Abu
Sufyan ketika itu tetap sombong, dan berkata lagi, “Demi Allah, kalau begitu
baiklah kami mengumpulkan lagi kekuatan kami, supaya dapat menghancur-binasakan
mereka”.
Kata
Ma’bad, “Jangan begitu. Jangan sekali-kali engkau berbuat
seperti itu. Saya ini hanya
menasihatimu”.
Kata
Abu Sufyan, “Kami telah sepakat memutuskan untuk kembali ke Madinah untuk
menggempur dan menghancurkan mereka”.
Ma’bad
menyahut, “Jangan kamu kembali.
Saya khawatir, demi Allah, kalau engkau sampai kembali bersama
tentaramu yang hanya sekian itu, niscaya dalam waktu yang singkat sudah dapat
dihancurkan oleh tentara Muhammad”.
Mendengar
anjuran Ma’bad yang demikian, seketika itu berubahlah sikap Abu Sufyan, tetapi
dia tetap menyembunyikan kelemahannya, padahal sebenarnya sudah merasa
takut.
Tatkala
Abu Sufyan bersama-sama berangkat dari Ar-Rauhaa’ hendak melanjutkan perjalanan
pulang ke Makkah, ia bertemu dengan satu rombongan
bangsa Arab dari suku Abdul-Qais yang akan berangkat ke Madinah. Abu Sufyan masih juga menunjukkan kesombongannya. Dikala itu
ia berpesan kepada rombongan itu supaya menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW,
bahwa kaum Quraisy sudah mengumpulkan kekuatan bala tentaranya akan kembali ke
Madinah, dan sebentar lagi tentu datang ke Madinah untuk menyerang dan mengikis
habis para pengikut Muhammad. Pesan Abu Sufyan ini oleh mereka
disampaikan kepada Nabi SAW di Hamraul-Asad.
Nabi
SAW setelah menerima berita yang sedemikian itu hanya menjawab dengan ucapan :
حَسْبُنَا اللهُ وَ نِعْمَ اْلوَكِيْلُ
“Cukuplah
Allah bagi kami, dan Dia sebaik-baik yang diserahi”.
Setelah
mendengar berita itu, Nabi SAW tidak percaya, karena kebiasaan mereka jika akan mengadakan serangan terhadap musuh tidak memberitahukan
lebih dulu dan tidak berbuat yang seperti itu. Nabi SAW bersama tentaranya tetap
tidak akan menyerang mereka, tetapi hanya akan
mempertahankan saja dan terus siap sedia untuk menghadapi segala kemungkinan di
Hamraul-Asad. Tiga hari tiga malam Nabi SAW berada di
Hamraul-Asad, yaitu hari Senin, Selasa dan Rabu. Adapun
Ma’bad dikala itu lalu menyuruh seorang dari penduduknya yang berjalan bersama
dia supaya segera ke Hamraul-Asad untuk memberitahukan kepada Nabi SAW bahwa Abu
Sufyan beserta tentaranya telah meneruskan perjalanan pulang ke
Makkah.
Abu
Sufyan terus ke Makkah, karena sudah mendapat berita-berita yang menyatakan
bahwa Nabi beserta tentaranya terus-menerus menanti kedatangan mereka, dan
timbul ketakutan kalau-kalau Nabi meneruskan pengejarannya kepada mereka, karena
berita yang disampaikan oleh Ma’bad sudah sangat menakutkan baginya. Rupanya Abu Sufyan yakin, bahwa Muhammad benar-benar keluar dari
Madinah dengan membawa bala bantuan yang baru dan barisan tentara yang tidak
sedikit jumlahnya, yang tentu saja amat sukar dikalahkan, bahkan mungkin mereka
dapat mengalahkan bala tentara Quraisy.
3.
Nabi SAW beserta tentara muslimin kembali ke Madinah
Setelah
tiga hari tiga malam Nabi SAW beserta tentara muslimin berada di Hamraul-Asad,
sedang fihak musuh yang dinanti-nanti tidak pula datang, bahkan sudah kembali ke
Makkah, maka waktu itu beliau memerintahkan supaya tentaranya bersiap-siap untuk
kembali ke Madinah.
Menurut
riwayat, sebelum tentara muslimin kembali ke Madinah, maka pada hari itu
tertangkaplah di Hamraul-Asad seorang pemuka Quraisy, yaitu Abu ’Izzah, yang
sengaja disuruh oleh kaum Quraisy untuk menyelidiki keadaan tentara kaum
muslimin.
Abu
‘Izzah (Amr bin Abdullah), pernah ditawan oleh tentara muslimin di Badr.
Akhirnya dengan permintaannya sendiri kepada Nabi SAW lantaran tidak dapat
membayar uang tebusan atas dirinya, ia berjanji tidak akan mengulangi
perbuatannya, tidak akan memusuhi Islam dan kaum muslimin, maka dia diampuni dan
dilepaskan oleh Nabi tanpa tebusan. Kemudian ia kembali
ke Makkah. Tetapi sesampainya di
Makkah,
ia
mengulangi perbuatan kejinya, ia memperolok-olok dan
mengejek Islam dengan syi’ir-syi’irnya yang tajam. Tentang
kelakuan yang keji dan jahat itu Nabi SAW telah mengetahui semuanya. Maka
setelah ia ditangkap oleh salah seorang tentara Islam di Hamraul-Asad (menurut
riwayat oleh ‘Ashim bin Tsabit) dan telah dihadapkan pada Nabi, maka beliau
memutuskan untuk dihukum bunuh”.
Setelah
dia mendengar keputusan yang demikian, ia lalu mohon
ampun dan menangis di hadapan Nabi SAW dan berkata lagi seperti yang
sudah-sudah, yaitu tidak akan memusuhi Islam. Tetapi semua permohonannya beliau
tolak, dengan sabdanya :
لاَ، وَ اللهِ، لاَ تَمْسَحْ عَارِضَيْكَ بِمَكَّةَ تَقُوْلُ: خَدَعْتُ
مُحَمَّدًا (سَحَرْتُ مُحَمَّدًا) مَرَّتَيْنِ. لاَ يُلْدَغُ اْلمُؤْمِنُ مِنْ
حُجْرٍ مَرَّتَيْنِ. اِضْرِبْ عُنُقَهُ يَا عَاصِمُ.
“Tidak,
demi Allah, jangan sampai kamu mengusap kedua jambangmu di
Makkah”.
Kamu berkata, “Aku telah menipu Muhammad (mensihir Muhammad) hingga dua kali.
Seorang yang beriman tidaklah akan terjerembab dalam suatu
lobang sampai dua kali”.
Lalu Nabi SAW bersabda, “Penggallah lehernya, hai
‘Ashim”.
Dengan
perintah tersebut, seketika itu leher Abu ‘Izzah dipenggal oleh ’Ashim bin
Tsabit, dan matilah ia.
Dan
juga ketika itu diantara tentara muslimin dapat menangkap seorang pemuda
Quraisy, bernama Mu’awiyah bin Mughirah, seorang yang terkenal perintang dan
penentang Islam. Dikala itu oleh Nabi SAW ia diputuskan
juga supaya dibunuh. Tetapi karena ia masih keluarga dekat dengan shahabat Utsman bin ‘Affan,
maka ia dimintakan keamanan kepada Nabi
SAW dan oleh beliau permintaan shahabat ‘Utsman itu dikabulkan, dengan syarat
tidak boleh melarikan diri. Kalau ia melarikan diri dan
dapat ditangkap kembali, pasti dibunuh.
Pada
hari keempat, ketika Nabi SAW dan tentaraa muslimin kembali ke Madinah,
Mu’awiyah bin Mughirah melarikan diri, maka seketika itu beliau memerintahkan
dua orang shahabat yaitu Zaid bin Haritsah dan ‘Ammar bin Yasir supaya
mengejarnya sampai dapat tertangkap. Ketika itu beliau
berpesan kepada dua shahabat tersebut, supaya mengejarnya di tempat ini dan
ini. Kalau sudah dapat ditangkap supaya dipenggal
lehernya.
Tatkala
dua orang shahabat Nabi itu mendengar bahwa Mu’awiyah berada di tempat
sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Nabi, dan terbukti bahwa ia berada di dusun tersebut, seketika itu ia dapat dikejar
dan akhirnya dipanah. Dengan demikian matilah Mu’awiyah bin
Mughirah.
Nabi
SAW dan tentaranya setelah mengetahui, bahwa kaum musyrikin Quraisy yang dikejar
sudah kembali ke Makkah, maka Nabi SAW dan kaum muslimin akhirnya kembali ke
Madinah.
Dan sekalipun pertempuran dengan fihak musuh tidak terjadi,
tetapi peristiwa tersebut dalam sejarah Islam disebut perang
Hamraul-Asad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar